SELAMAT DATANG MASA DEPAN

SELAMAT DATANG MASA DEPAN
Guru adalah segala dibalik cita-cita mereka... Tiada satu keinginan kecuali pengabdian mewujudkan cita-cita gemilang membangun masa depan. Di antara aku dan mereka ada mimpi-mimpi kita yang patut diperjuangkan untuk menjadi sebuah kenyataan. Senyum Senyum Senyum dan Senyum .... Karena dengan cita-citalah kita menjadi lebih hidup :)

Selasa, 15 September 2015

PENGELOLAAN KELAS


Pengertian,  Tujuan dan Pendekatan
Pengelolaan kelas terdiri dari dua kata, yaitu pengelolaan dan kelas. Pengelolaan itu sendiri asal katanya adalah ”kelola”, ditambah awalan “pe” dan akhiran “an”. Istilah lain dari kata pengelolaan adalah “manajemen”. Manajemen adalah kata yang aslinya dari bahasa Inggris, yaitu “management”, yang berarti ketatalaksanaan, tata pimpinan, pengelolaan. Manajemen atau pengelolaan dalam pengertian umum menurut Suharsimi Arikunto (dalam Mujahidin, 2012) adalah pengadministrasian, pengaturan atau penataan suatu kegiatan. Sedangkan kelas menurut Oemar Hamalik (dalam Mujahidin, 2012) adalah suatu kelompok orang yang melakukan kegiatan belajar bersama, yang mendapat pengajaran dari guru.
Tujuan pengelolaan kelas:
a. Mewujudkan situasi dan kondisi kelas yang memungkinkan peserta didik mengembangkan kemampuannya secara optimal.
b.  Mempertahankan keadaan yang stabil dalam suasana kelas, sehingga bila terjadi gangguan dalam belajar mengajar dapat dikurangi dan dihindari.
c.   Menghilangkan berbagai hambatan dan pelanggaran disiplin yang dapat merintangi terwujudnya interaksi belajar mengajar.
d.  Mengatur semua perlengkapan dan peralatan yang memungkinkan peserta didik belajar sesuai dengan lingkungan sosial, emosional, dan intelektual peserta didik dalam kelas.
e.    Melayani dan membimbing perbedaan individual peserta didik.
Pengelolaan kelas adalah keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses belajr-mengajar. Pengelolaan kelas berdasarkan pendekatannya terbagi kepada enam jenis, yaitu:
Pendekatan Otoriter (Autority Approach), pengelolaan kelas adalah kegiatan guru untuk mengontrol tingkah laku sisiwa dengan penerapan disiplin secara ketat. Dalam pendekatan ini mengandung unsur kekuasaan dan ancaman.
Pendekatan Permisif (Permisive Approach), pengelolaan kelas adalah upaya yang dilakukan oleh guru dengan member kebebasan kepada siswa untuk melakukan berbagai aktifitas sesuai dengan yang mereka inginkan.
Pendekatan Resep, pengelolaan kelas adalah upaya yang dilakukan dengan member satu daftar yang dapat menggambarkan apa yang harus dan tidak boleh dikerjakan oleh guru dalam mereaksi semua masalah/ situasi kelas.
Pendekatan Pengajaran, pengelolaan kelas adalah upaya merencanakan dan mengimplemantasikan pelajan yang baik.
Pendekatan Perubahan Perubahan Tingkah Laku (Behavior Modification Approach), pengelolaan kelas adalah upaya untuk mengembangkan dan memfasilitasi perubahan perilaku yang bersifat positif dari sisiwa dan berusaha semaksimal mungkin mencegah munculnya atau memperbaiki perilaku negative siswa.
Pendekatan Suasana Emosi dan Hubungan Sosial (Sosio Emosional  Climate Approach), pengelolaan kelas adalah upaya untuk menciptakan suasana hubungan interpersonal yang baik dan sehat antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa.
Pendekatan Proses Kelompok (Group Proses Approach), pengelolaan kelas adalah seperangkat kegiatan guru untuk menumbuhkan dan mempertahankan organisasi kelas yang efektif.
Pendekatan Pluralistik (Electis Approach) adalah pandangan yang mencakup tiga pendekatan  yaitu: perubahan tingkah laku, iklim sosio emosional, dan proses kelompok 
 
Prinsip-prinsip Pengelolaan Kelas
Dalam rangka memperkecil masalah gangguan dalam kelas, prinsip-prinsip pengelolaan kelas dapat dipergunakan. Maka adalah penting bagi guru untuk mengetahui dan menguasai prinsi-prinsip pengelolaan kelas, yang di uraikan berikut ini:
a.    Hangat dan Antusias
Hangat dan antusias diperlukan dalam proses belajar mengajar.guru yang hangat dan akrab engan anak didik selalu menunjukkan antusias pada tugasnya atau pada aktivitasnya akan berhasil dalam mengimplementasikan pengelolaan kelas.
b.    Tantangan
Penggunaan kata-kata, tindakan, cara kerja atau bahan-bahan yang menantang akan meningkatkan gairah anak didik untuk belajar sehingga mengurangi kemungkinan munculnya tingkah laku yang menyimpang.
c.    Bervariasi
Penggunaan alat atau media atau alat bantu,gaya mengajar guru, pola interaksi antara guru dan anak didik mengurangi munculnya gangguan, kevariasian dalam penggunaan apa yang dsi sebut diatas merupakan kunci untuk tercapainya pengelolaan kelas yang efektif.
d.   Keluesan
Keluesan tingkah laku guru untuk mengubah strategi mengajarnya dapat mencegah kemungkinan munculnya gangguan anak didik serta menciptakan iklim belajar mengajar yang efektif.
e.    Penekanan pada hal-hal yang positif
Pada dasarnya, dalam mengajar dan mendidik, guru harus menekankan pada hal-hal yang positif, dan menghindari pemusatan perhatian anak didik pada hal-hal yang negatif. Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan pemberian penguatan yang positif, dan kesadaran guru untuk menghindari kesalahan Yang dapat mengganggu jalannya proses belajar mengajar.
f.     Penanaman disiplin diri
Tujuan akhir dari pengelolaan kelas adalah anak didik dapat mengembangkan disiplin diri sendiri. Karena itu,guru sebaiknya selalu mendorong anak didik untuk melaksanakan disiplin diri sendiri dan guru sendiri hendaknya menjadi teladan mengenai pengendalian diri dan pelaksanaan tanggung jawab. Jadi, guru harus disiplin dalam segala hal bila ingin anak didiknya iku disiplin berdisiplin dalam segala hal.

Iklim Belajar dan Lingkungan yang Kondusif
Iklim belajar yang kondusif merupakan tulang punggung dan faktor pendorong yang dapat memberikan daya tarik tersendiri bagi proses pembelajaran, sebaliknya iklim belajar yang kurang menyenangkan akan menimbulkan kejenuhan dan rasa bosan. Iklim belajar yang kondusif harus ditunjang oleh berbagai fasilitas belajar yang menyenangkan, seperti: sarana, laboratorium, pengaturan lingkungan, penampilan dan sikap guru, hubungan yang haromonis antara peserta didik dengan guru dan di antara peserta didik itu sendiri, serta penataan organisasi dan bahan pembelajaran secara tepat, sesuai dengan kemampuan dan perkembangan peserta didik. Menurut E. Mulyasa (dalam Soleh Sofa, 2012), iklim belajar yang menyenangkan akan membangkitkan semangat dan menumbuhkan aktivitas dan kreativitas peserta didik.
Berkenaan dengan hal tersebut, sedikitnya terdapat tujuh hal yang harus diperhatikan, yaitu ruang belajar, pengaturan sarana belajar, susunan tempat duduk, penerangan suhu, pemanasan sebelum masuk ke materi yang akan dipelajari (pembentukan dan pengembangan kompetensi), dan bina suasana dalam pembelajaran.
Implementasi kurikulum 2004 memerlukan ruangan yang fleksibel serta mudah disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik dan guru. Luas ruangan dengan jumlah peserta didik perlu diperhatikan, bila pembelajaran dilakukan di ruang tertutup; sedangkan di ruang terbuka perlu diperhatikan gangguan-gangguan yang dating dari lingkungan sekitar. Sarana dan media pemebalajaran juga perlu diatur dan ditata sedemikian rupa.
Lingkungan kondusif menurut E. Mulyasa (dalam Soleh Soffa, 2012), dapat dikembangkan melalui berbagai layanan dan kegiatan sebagai berikut.
1.    Memberikan pilihan bagi peserta didik yang lambat maupun yang cepat dalam melakukan tugas pembelajaran. Pilihan dan pelayanan individual bagi peserta didik, terutama bagi mereka yang lambat belajar akan membangkitkan nafsu dan semangat belajar, sehingga membuat mereka betah belajar di sekolah.
2.    Memberikan pembelajaran remedial bagi para peserta didik yang kurang berprestasi, atau berprestasi rendah. Dalam sistem pembelajaran klasikal, sebagian peserta didik akan sulit mengikuti pembelajaran secara optimal, dan menuntut peran ekstra gur untuk memberikan pembelajaran remedial.
3.    Mengembangkan organisasi kelas yang efektif, menarik, nyaman, dan aman bagi perkembangan potensi seluruh peserta didik secara optimal. Termasuk dalam hal ini adalah penyediaan bahan pembelajaran yang menarik dan menantang bagi peserta didik, serta pengelaloaan kelas yang tepat, efekif, dan efisien.
4.    Menciptakan suasana kerjasama saling menghargai, baik antar peserta didik maupun antara peserta didik dengan guru dan pengelolaan pembelajaran lain. Hal ini mengandung implikasi bahwa setipa peserta didik memiliki kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengemukakan pandangannya tanpa ada rasa takut mendapatkan sangsu atau dipermalukan.
5.    Melibatkan peserta didik dalam proses perencanaan belajar dan pembelajaran. Dalam hal ini guru harus mampu memposisikan diri sebagai pembimbing. Sekali-kali cobalah untuk melibatkan peserta didik dalam proses perencanaan pembelajaran, agar mereka merasa bertanggungjawab terhadap pembelajaran yang dilaksanakan.
6.    Mengembangkan proses pembelajaran sebagai tanggung jawab bersama antara peserta didik dan guru, sehingga guru lebih banyak bertindak sebagai fasilitator, dan sebagai sumber belajar.
7.    Mengembangkan sistem evaluasi belajar dan pembelajaran yang menekankan pada evaluasi diri (self assessment). Dalm hal ini, guru sebagai fasilitator harus mampu membantu peserta didik untuk menilai bagaimana mereka memperoleh kemajuan dalam proses belajar yang dilaluinya.

Anne Forestor dan Margaret dan dua guru di Kanada, dalam buku mereka yang popular, “The Learners Way” berbicara tentang “menciptakan sebuah iklim kelas yang menyenangkan.” Mereka mengatakan bahwa variasi, kejutan, imajinasi, dan tantangan sangatlah penting dalam menciptakan iklim tersebut. Mendatangkan tamu yang mengejutkan, melakukan perjalanan misteri, kunjungan lapanagan, program spontan, penelitian yang diuslkan siswa sendiri menambah pengayaan, di samping membaca, menulis, dan diskusi. Pembuatan drama dan pertunjukan bone dirangsang oleh bahan-bahan bacaan dan lebih banyak direncanakan oleh anak-anak sendiri.
Dengan demikian ruang kelas akan jarang, sepi, dan mati. Kebersamaan dan interaksi adalah komponen vital dari iklim yang menyenagkan. Penemuan, pembelajaran gaya baru, dan kegairahan mencapai prestasi menuntut ekspresi yang meyakinkan. Jika iklim keasyikan tersebut mampu kita hadirkan, begitu memasuki ruangan kelas yang direncanakan dengan baik, itulah langkah pertama dalam menyiapkan suasana kondusif untuk proses belajar yang efektif.
Lingkungan fisik tempat belajar mempunyai pengaruh penting terhadap hasil pembelajaran. Lingkungan fisik yang menguntungkan dan memenuhi syarat minimal mendukung meningkatnya intensitas proses pembelajaran dan mempunyai pengaruh positif terhadap pencapaian tujuan pembelajaran. Lingkungan fisik yang dimaksud meliputi Kondisi Fisik seperti:
1.    Ruang tempat berlangsungan proses belajar mengajar
Ruangan tempat belajar harus memungkinkan semua siswa bergerak leluasa tidak berdesak-desakan, dan saling mengganggu antar siswa yang satu dengan yang lainnya pada saat melakukan aktivitas belajar. Besarnya ruangan kelas tergantung pada jenis kegiatan dan jumlah siswa yang melakukan kegiatan. Jika ruangan tersebut mempergunakan hiasan, pakailah hiasan-hiasan yang mempunyai nilai pendidikan.
2.    Pengaturan tempat duduk
Dalam mengatur tempat duduk yang penting memungkinkan terjadinya tatap muka, dengan demikian guru dapat mengontrol tingkah laku siswa. Pengaturan kelancaran proses belajar mengajat tempat duduk akan mempengaruhi proses belajar mengajar.
3.    Ventilasi dan pengaturan cahaya
Suhu, ventilasi, dan penerangan (kendati pun guru sulit mengatur karena sudah ada) adalah aset penting untuk terciptanya suasana belajar yang nyaman. Oleh karena itu ventilasi harus cukup menjamin kesehatan siswa.
4.    Pengaturan penyimpanan barang-barang
Barang-barang hendaknya disimpan pada tempat khusus yang mudah dicapai bila diperlukan dan akan dipergunakan bagi kepentingan belajar. Barang-barang yang karena nilai praktisnya tinggi dan dapat dismpan di ruang kelas seperti buku pelajaran, pedoman kurikulum, kartu pribadi, dan sebagainya, hendaknya ditempatkan sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu gerak kegiatan siswa. Tentu saja masalah pemeliharaan juga sangat penting dan secara periodic harus dicek dan recek. Hal lainnya adalah pengamanan barang-barang yang mudah meledak atau terbakar.

Suhaenah Suparno (dalam Soleh Sofa, 2012) mengemukakan kriteria yang harus dipenuhi ketika melakukan penataan fasilitas ruang kelas sebagai berikut:
a.    Penataan ruangan dianggap baik apabila menunjang efektivitas proses pembelajaran yang salah satu petunjuknya adalah bahwa anak-anak belajar dengan aktif dan guru dapat mengelola kelas dengan baik.
b.    Penataan tersebut bersifat fleksibel (luwes) sehingga perubahan dari satu tujuan ke tujuan yang lain dapat dilakukan sedemikian rupa sehingga sesuai dengan sifat kegiatan yang dituntut oleh tujuan yang akan dicapai pada waktu itu.
c.    Ketika anak belajar tentang suatu konsep, maka ada fasilitas-fasilitas yang dapat memberikan bantuan untuk memperjelas konsep-konsep tersebut yaitu berupa gambar-gambar atau model atau media lain sehingga konsep-konsep tersebut tidak bersifat verbalitas. Tempat penyimpanan alat dan media tersebut cukup mudah dicapai sehingga waktu belajar siswa tidak terbuang.
d.   Penataan ruang dan fasilitas yang ada di kelas harus mampu membantu siswa meningkatkan motivasi siswa untuk belajar sehingga mereka merasa senang belajar. Indikator ini tentu tidak dengan segera diketahui,uang  tetapi guru yang berpengalaman akan dapat melihat apakah siswa belajar dengan senang atau tidak.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengaturan ruang kelas adalah:
a.    Ruang kelas harus diusahakan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1)   Ukuran ruang kelas 8 m x 7 m
2)   Dapat memberikan kebebasan gerak, komunikasi, pandangan, dan pendengaran.
3)   Cukup cahaya dan sirkulasi udara.
4)   Pengaturan perabot agar memungkinkan guru dan siswa dapat bergerak leluasa.
b.    Daun jendela tidak mengganggu lalu lintas pada selayar.
c.    Perlatan dan perabot yang harus ada dalam ruang kelas antara lain:
1)   meja-kursi untuk guru dan siswa,
2)   papan tulis,
3)   papan panel,
4)   alamari,
5)   rak buku ruang,
6)   alat pembersih,
7)   gambar presiden, wakil presiden, dan garuda pancasila,
8)   kalender pendidikan,
  9)    tempat bendera merah putih,
10)    daftar/ jadwal pelajaran
11)    gambar/ denah kelas termasuk tempat duduk siswa,
12)    taplak meja,
13)    tempat bunga,
14)    keranjang sampah,
15)    lap/ serbet.

Komponen Keterampilan Pengelolaan Kelas
Terdapat dua komponen utama mengenai keterampilan mengelola kelas yang perlu diperhatikan guru, yaitu:
1.    Keterampilan yang bersifat preventif, yakni keterampilan menciptakan dan memelihara kondisi belajar optimal guna menghindari terjadinya situasi yang tidak menguntungkan atau merusak proses belajar mengajar. Dalam mengembangkan keterampilan mengelola kelas yang bersifat preventif, guru dapat menggunakan kemampuannya dengan cara:
a)      Menunjukkan sikap tanggap, yaitu guru harus terlibat secara fisik maupun mental dalam arti guru selalu memiliki waktu untuk semua perilaku peserta didik, baik peserta didik yang menunjukkan perilaku positif maupun negative.
b)      Membagi perhatian, yaitu guru harus mampu membagi perhatian kepada semua peserta didik yang dapat berupa visual maupun verbal.
c)      Memusatkan perhatian, yaitu mempertahankan dan meningkatkan keterlibatan peserta didik dengan cara memusatkan kelompok kepada tugas-tugasnya dari waktu ke waktu.
d)     Memberi petunjuk-petunjuk yang jelas, yaitu dapat dilakukan untuk materi yang disampaikan, tugas yang diberikan dan perilaku-perilaku peserta didik lainya yang berhubungan baik langsung maupun tidak langsung pada pelajaran.
e)  Menegur, yaitu dengan menegur peserta didik bila mereka menunjukkan perilaku yang mengganggu atau menyimpang.
f)   Memberi penguatan, yaitu perilaku peserta didik yang positif maupun negatif perlu memperoleh penguatan. Perilaku positif diberi penguatan agar perilaku tersebut muncul kembali, sedangkan perilaku negative perlu diberi penguatan dengan cara member teguran atau hukuman agar perilaku tersebut tidak terjadi kembali.
2.  Keterampilan yang bersifat represif, yakni keterampilan mengembalikan kondisi belajar mengajar yang tidak menentu ke dalam kondisi belajar yang efektif.
a)      Modifikasi tingkah laku. Perilaku peserta didik yang mengganggu dianalisis kemudian menentukan langkah-langkah untuk remedial. Dalam hal ini guru dapat menempuh cara-cara konselor.
b)      Pengelolaan kelompok. Guru dapat memanfaatkan pendekatan pemecahan masalah kelompok dengan cara memperlancar tugas-tugas dan memelihara kegiatan-kegiatan kelompok.
c)      Menemukan dan memecahkan tingkah laku yang menumbuhkan masalah. Guru dapat melaksanakan beberapa cara untuk mengendalikan tingkah laku mengganggu yang muncul yaitu: pertama menyadari sebab-sebab perilaku itu muncul, dan kedua menemukan pemecahannya.
 
Hal-hal yang Harus Dihindari
Beberapa hal yang harus dihindari dalam mengembangkan keterampilan mengelola kelas, adalah:
1.    Campur tangan yang berlebihan
Bila guru terlalu mencampuri peserta didik misalnya member interupsi, tugas mendadak saat peserta didik asyik mengerjakan tugas akan menimbulkan kegiatan terganggu dan peserta didik merasa guru telah mencampuri.
2.    Kesenyapan
Bila tiba-tiba guru menghentikan penjelasan dalam waktu yang lama kareana kemungkinan sang guru lupa, saat memberi pelajaran maka dapat menimbulkan pikiran peserta didik mengawang-awang.
3.    Ketidaktepatan memulai dan mengakhiri kegiatan
Proses belajar mengajar yang tidak direncanakan secara matang dapat menimbulkan kekacauan struktur atau prosedur.
4.    Penyimpangan
Adakalanya guru memberikan contoh atai kondisi pada hal-hal tertentu yang tidak ada relevansinya dengan pelajaran dan menceritakan pengalaman hidupnya tidak ada kaitanyya dengan bahan yang akan disampaikan, Hal ini perlu dihindari.
5.    Bertele-tele
Adalah sikap guru yang sering mengulang-ulang suatu pokok materi tertentu atau melebar masalah masalah kecil dapat menyebabkan peserta didik bosan.
6.    Pengulangan penjelasan yang tidak perlu
Adakalanya guru tidak efisien dalam member penjelasan, sering mengulang-ulang suatu penjelasan atau satu penjelasan yang dapat diberikan kepada seluruh kelas malah disampaikan pada tiap peserta didik secara perorangan atau pada kelompok. Hal ini perlu dihindari.

Indahnya berbagi 1: Anda bingung cara mengurus SKCK?

Anda bingung cara membuat/ mengurus SKCK (Surat Keterangan Catatan Kepolisian) karena baru pertama kali? Itu hal biasa karena saya juga sempat merasakannya. Tapi mungkin pengalaman saya ini dapat membantu menambah kepercayaan diri Anda untuk segera berangkat mengurus surat tersebut. Oke langsung saja ya, saya menceritakan langkah-langkahnya berdasarkan pengalaman saya 
  1. Pergi ke balai desa untuk meminta surat pengantar membuat SKCK. Saat itu saya diminta 1 lembar foto ukuran 3x4 berwarna 
  2. Selanjutnya, pergi ke Polsek terdekat untuk meminta dibuatkan surat pengantar membuat SKCK dari Polres. Pada tahap ini berkas yang  dibutuhkan Surat Pengantar dari Desa, 1 lembar FC KTP, 1 lembar FC KK, 1 lembar FC Akta Kelahiran, Foto berwarna dengan background merah 1 lembar ukuran 4x6, dimasukkan map dengan rapi. Nanti petugas akan menyatukan lagi berkas tersebut dengan surat pengantar yang telah dibuat. Setelah itu membayar  biaya administrasi Rp 10.000,00. Tahap ini beres, bawa lagi map yang dari Polsek tersebut ke Polres.
  3. Di Polres antre di loket pendaftaran dengan menyerahkan map yang dari Polsek. Setelah itu nanti diminta bayar Rp 10.000,00 sekaligus dapat map yang tadi ditambah blangko semacam untuk mengisi biodata diri dan daftar pertanyaan terus diminta antri di ruang perumusan sidik jari.
  4. Di ruang perumusan sidik jari, nanti diberi 2 kertas putih dan kuning untuk menuliskan biodata diri yang sekiranya perlu dijawab. Setelah selesai, kertas tersebut disetorkan ke petugas yang merumus sidik jari, kemudian saatnya deh 10 jari dirumus. Setelah petugas selesai merumus sidik jari. Nanti kartu kuning diberikan kepada kita untuk dijaga sebaik mungkin. Disitu ada kode rumus sidik jari kita. Tahap perumusan sidik jari selesai.
  5. Balik lagi ke loket pendaftaran tadi, setelah blangko biodata dan pertanyaan telah dijawab, maka kita tinggal menyetorkan berkas: map yang dari Polsek + blangko dari Polres + kartu sidik jari yang kuning tadi + 3 lembar foto berwarna 4x6 dan membayar Rp 10.000,00 lagi.
  6. Tunggu 5-10 menitan deh kalau antrean lumayan banyak, nanti nama kita dipanggil kalau sudah jadi
  7. Kalau sudah jadi saatnya di fotokopi sebanyak 10 lembar untuk dilegalisir. Sudah tidak bayar lagi kok.
  8. SKCK selesai dan berlaku selama 6 bulan dengan catatan tidak melakukan tindakan kriminal apapun maka SKCK masih berlaku dan bisa diperpanjang

Senin, 16 Juni 2014

GURU PROFESIONAL PILAR GENERASI JEMPOLAN ERA GLOBAL



ARTIKEL: GURU PROFESIONAL PILAR GENERASI JEMPOLAN ERA GLOBAL
Lilis Setyaningsih
Mahasiswi Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP UNS
Ditulis untuk memenuhi uji kompetensi 4 mata kuliah Profesi Kependidikan

ABSTRAK
Artikel ini ditulis dengan tujuan untuk mendeskripsikan peran guru sebagai pilar terciptanya generasi masa depan yang jempolan di era global. Metode kajian yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan 5M yaitu dimulai dari Mendengar, Membaca Kepustakaan, Melihat Fenomena, Menulis, dan Melaksanakan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa untuk menciptakan generasi masa depan yang jempolan diperlukan guru profesional yang harus memiliki kompetensi utama dan kompetensi pendukung. Selain itu, guru juga harus belajar memanfaatkan teknologi dalam kegiatan pembelajaran (e-learning) agar dapat mempersiapkan generasi muda masa depan menghadapi kehidupan di era global. Upaya pemerintah untuk meningkatkan keprofesionalan guru dilakukan dengan program PPG dan Sertifikasi Guru. Kesimpulan dari artikel ini adalah guru profesional merupakan tiang penyangga (pilar) untuk terciptanya generasi masa depan yang berkualitas (generasi jempolan) di era global.  Hal ini karena guru menduduki posisi penting dalam dunia pendidikan yaitu sebagai titik sentral dalam peningkatan kualitas pendidikan dan sumber daya manusia, yang mana semuanya itu akan bermuara pada kemajuan bangsa dan negara.
Kata kunci: guru profesional, generasi jempolan, era global

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dewasa ini ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengalami perkembangan yang begitu pesat. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut sangat berdampak pada pola kehidupan manusia saat ini. Manusia dalam berinteraksi maupun bertransaksi sudah tidak lagi merasa terhalang oleh batasan waktu maupun jarak, karena semuanya sudah dapat diakses dengan mudah menggunakan ilmu dan teknologi. Hal inilah yang dimaksud dengan adanya era global yang terjadi pada abad 21 saat ini. Era global merupakan era dimana kebudayaan, moral, maupun tingkat ketergantungan manusia menjadi naik. Namun tidak selamanya era global tersebut selalu memberikan dampak positif bagi kehidupan manusia. Adapun dampak negatif yang ditimbulkan di antaranya adalah memudarnya nilai moral generasi muda akibat kurangnya sistem penyaringan informasi yang masuk dan mudah ditiru oleh para generasi muda sekarang seperti banyaknya kasus pelecehan seksual, dan keanarkisan para generasi muda yang sedang marak diberitakan.
Fenomena yang terjadi saat ini membuktikan bahwa pendidikan yang terselenggara sekaang belum optimal sehingga perlu adanya perubahan pada sistem pendidikan di negeri ini. Mengingat bahwa pendidikan merupakan salah satu bekal terpenting di masa depan yang tak dapat dipungkiri lagi pengaruhnya bagi kemajuan bangsa. Penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas tentunya juga dapat menghasilkan generasi masa depan yang berkualitas pula. Generasi masa depan yang menjadi tunas harapan bangsa adalah generasi jempolan, maksudnya generasi yang benar-benar berkualitas baik sehingga patut diacungi jempol, karena nantinya merekalah yang akan menjadi pelaku penggerak pembangunan negara.
Seiring dengan kondisi generasi masa depan saat ini yang begitu memprihatinkan, sudah saatnya dunia pendidikan Indonesia membutuhkan sosok guru profesional yang seutuhnya, untuk menjadi pilar terciptanya output generasi masa depan yang baik dan berkualitas alias generasi jempolan kebanggaan bangsa. Melihat kondisi saat ini, masih banyak sekali guru di berbagai tingkat pendidikan yang jauh dari sikap profesional, karena sebelumnya mereka hanya menganggap bahwa profesi guru adalah sebagai pelarian belaka. Oleh karenanya, di antara mereka banyak yang semata-mata datang ke sekolah hanya untuk mengajar saja, tanpa memikirkan bagaimana mendidik dan mengajar peserta didik dengan baik dan berkualitas agar nantinya dapat menghasilkan output generasi masa depan yang unggul dan berkualitas. Padahal guru berperan penting sebagai titik sentral dalam peningkatan kualitas pendidikan dan sumber daya manusia. Sehingga tidak sepantasnya jika profesi guru menjadi profesi yang dapat dipermainkan seenaknya karena sebenarnya gurulah pilar terciptanya kesuksesan generasi masa depan. Namun, sayang sekali jika guru tidak lagi mampu menciptakan generasi masa depan yang berkualitas maka dapat dimungkinkan kehancuran bangsalah yang akan terjadi.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah yang muncul yaitu Bagaimana peran guru sebagai pilar generasi jempolan di era global itu? Adapun urgensi permasalahan yang dibahas mengacu pada judul Guru Profesional Pilar Generasi Jempolan Era Global.
Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk mendeskripsikan peran guru sebagai pilar terciptanya generasi masa depan yang jempolan di era global.

KAJIAN TEORI
Guru Profesional
Menurut Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen bab 1 pasal 1 ayat 1 menjelaskan yang dimaksud “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.  Berdasarkan undang-undang tersebut sudah jelas bahwa seorang guru profesional tentunya akan melaksanakan semua tugas utama tersebut tanpa memilih salah satu diantaranya. Seorang guru profesional di dalam proses pendidikan, tidak hanya menjalankan fungsi alih ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) tetapi juga menanamkan nilai (value) serta membangun karakter (character building) peserta didik secara berkelanjutan dan berkesinambungan. Sehingga, guru yang profesional adalah guru memiliki keahlian yang memadai untuk melakukan tugas membimbing, membina, dan mengarahkan peserta didik dalam menumbuhkan semangat keunggulan, motivasi belajar, serta memiliki kepribadian dan budi pekerti luhur yang sesuai dengan budaya bangsa Indonesia yang nantinya dapat dijadikan teladan oleh peserta didiknya.
Menurut Buchari dalam Barizi dan Idris (2010: 145) menyebutkan ada tiga pilar yang harus melekat pada profesional yang baik mengenai etos kerjanya, yaitu (1) keinginan untuk menjunjung tinggi mutu pekerjaan (job quality) (2) menjaga harga diri dalam melaksankan pekerjaannya (3) keinginan untuk memberikan layanan kepada masyarakat melalui karya profesionalnya. Ketiga pilar tersebut menjadi dasar dari kualifikasi guru profesional.
Selain itu, Indonesia juga telah membagi lima standar profesionalitas guru yaitu (1) Kualifikasi akademik, meliputi pendidikan S-1 atau D-IV; (2) Kompetensi, meliputi Kompetensi  Utama (Pendidik  dan SAFT) dan Kompetensi Pendukung yang meliputi Sense of Humor, Penguasaan IT (Teknologi Informasi), Mencintai profesinya, Penguasaan Bahasa Inggris atau berbagai macam bahasa asing; (3) Sertifikasi, yang merupakan sertifikat pendidik guru yang diperoleh melalui program pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan Pemerintah; (4) Sehat jasmani dan rohani; (5) Memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Sedangkan, untuk pembinaan dan pengembangan profesionalitas guru dapat dilaksanakan melalui berbagai strategi baik dalam bentuk pendidikan dan pelatihan (diklat) maupun selain pendidikan dan pelatihan (diklat) serta program alternatif lainnya seperti yang disampaikan oleh Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas.
Generasi Jempolan
Memberikan acungan jempol merupakan salah satu cara mengajar guru untuk memberikan penguatan dalam bentuk nonverbal kepada peserta didik agar mereka termotivasi. Mendapat acungan jempol dari guru merupakan suatu penghargaan sederhana dan kebanggaan tersendiri bagi diri peserta didik, karena acungan jempol tersebut mengapresiasikan bahwa pekerjaan yang dikerjakannya luar biasa baik atau istimewa (Rieska, 2014). Akhiran –an setelah kata jempol memberikan makna sering atau terus menerus mendapatkan jempol. Oleh karena nya, generasi jempolan yang dimaksud di sini sebenarnya hanyalah suatu istilah penulis untuk menggambarkan generasi muda masa depan yang selalu memberikan kualitas terbaik (TOP) sehingga patut untuk dibanggakan serta pantas jika sering mendapatkan acungan jempol yang terus menerus.
Era Global
Menurut Faqod, 2012 menjelaskan era globalisasi dalam arti terminologi adalah sebuah perubahan sosial, berupa bertambahnya keterkaitan di antara masyarakat dan elemen-elemen yang terjadi akibat transkulturasi dan perkembangan teknologi di bidang transportasi dan komunikasi yang memfasilitasi pertukaran budaya dan ekonomi internasional. Era ini di tandai dengan proses kehidupan mendunia, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama dalam bidang tranformasi dan komunikasi serta terjadinya lintas budaya seperti yang terjadi abad 21 ini. Sehingga, era global adalah era yang terjadi secara mendunia dimana tingkat ketergantungan manusia menjadi naik dan serba mudah sebagai dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat. Beberapa dampak negatif yang diakibatkan adanya era global ini yaitu munculnya pola hidup konsumtif, bersikap individualistik (krisis sosial), gaya hidup kebarat-baratan (krisis moral), serta adanya kesenjangan sosial. Adapun dampak positifnya yaitu mudahnya memperoleh informasi, serta cepat mencapai tujuan dalam waktu singkat.

METODE KAJIAN
Penulisan artikel ini, penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan 5M yaitu dimulai dari Mendengar, Membaca Kepustakaan, Melihat Fenomena, Menulis, dan Melaksanakan. Kepustakaan yang digunakan untuk memperoleh data informasi dengan mengkaji teori supaya mendapatkan sumber pendapat yang bersifat teoretik untuk ketajaman analisis dan memperkaya pembahasan penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan informasi yang diperoleh dan bertolak pada fenomena generasi muda masa depan yang terjadi di era global abad 21 saat ini, sebelum terlambat menyelamatkan generasi muda yang rusak baik kecerdasan EQ, SQ dan IQ nya akibat dampak negatif dari era global maka, satu-satunya penyelamat generasi muda masa depan tersebut adalah penyelenggaraan  pendidikan berkualitas yang dibawakan oleh para guru profesional. Generasi muda masa depan merupakan aset negara dalam bentuk sumber daya manusia untuk memajukan negara. Sehingga, dapat digambarkan jika generasi muda masa depannya rusak maka rusak pulalah negara itu.
Generasi muda masa depan yang dihasilkan tentunya bersumber dari pendidikan. Hal ini sama artinya bahwa guru merupakan tiang penyangga (pilar) yang bertanggung jawab atas terciptanya kualitas generasi masa depan. Sedangkan negara mengharapkan dapat memperoleh generasi masa depan yang berkualitas baik, berkompetensi memajukan negara, serta membanggakan semua orang sehingga pantas diacungi jempol, yang mana penulis menyebut generasi ini sebagai generasi jempolan. Dengan demikian guru di sini berperan penting sebagai pilar terciptanya generasi jempolan. Hal ini tentunya untuk menjadi seorang guru profesional harus memiliki standar kemampuan profesional dalam melakukan pembelajaran yang berkualitas. Kompetensi yang wajib dimiliki oleh guru profesional meliputi kompetensi utama yang terdiri dari kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosial.
Kompetensi utama tersebut wajib dimiliki oleh guru profesional agar dapat membimbing peserta didik menjadi manusia yang berkarakter dan berkompeten. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliknya. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang telah ditetapkan dalam Standar Pendidikan Nasional. Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama tenaga pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/ wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Kompetensi utama lainnya yaitu guru profesional juga harus memiliki kompetensi SAFT (Sidiq, Amanah, Fathonah, Tabligh) yang diteladani dari sikap Rasulullah. Dengan memiliki kompetensi tersebut, guru akan dapat mewujudkan suatu sistem pembelajaran yang seimbang antara IQ, EQ dan SQ bagi dirinya sendiri maupun bagi peserta didiknya. Dimana keseimbangan antara IQ, EQ, dan SQ dikendalikan oleh hati. (Hidayatullah, 2009:127)
Era global yang terjadi pada abad 21 ini, merupakan era pengetahuan, sekaligus informasi dan teknologi. Dibuktikan dengan canggihnya penggunaan pengetahuan, informasi dan teknologi di semua aspek kehidupan yang menimbulkan hubungan global. Persaingan pola hidup di era global ini sangatlah ketat. Sehingga, guru juga dituntut untuk bisa menguasai teknologi. Guna menambah kelengkapan, seorang guru profesional juga perlu menguasai kompetensi pendukung yang terdiri dari kompetensi menguasai bahasa Inggris (asing), menguasai teknologi (IT), memiliki sense of humor, dan mencintai profesinya. Peranan guru juga dapat ditingkatkan dengan cara memanfaatkan teknologi dalam kegiatan pembelajaran terutama penggunaan fasilitas internet (e-learning), hal ini bertujuan agar guru mampu memanfaatkan berbagai pengetahuan, teknologi, informasi dalam melaksanakan tugas utamanya yaitu mengajar dan membentuk peserta didik tang berkarakter dan berkompeten. Tentu semua hal ini bermuara pada suatu tujuan untuk mempersiapkan peserta didik sebagai calon generasi masa depan yang mampu bersaing di era global untuk memajukan negara (Mulyasa, 2009).
Sebagai perhatian pemerintah dalam rangka untuk terus memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia, adapun beberapa upaya pemerintah yang masih ramai dibicarakan dalam meningkatkan kualitas pendidik yaitu adanya program PPG dan sertifikasi. Namun, program PPG ini masih menimbulkan pro-kontra pada beberapa kalangan masyarakat yang bersangkutan. Sedangkan, sertifikasi ini merupakan program pemerintah untuk menentukan tingkat kelayakan seorang guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran di sekolah atau di madarasah dan sekaligus memberikan sertifikat pendidik bagi guru yang telah memenuhi syarat dan lulus uji sertifikasi.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Guru profesional merupakan tiang penyangga (pilar) untuk terciptanya generasi masa depan yang berkualitas (generasi jempolan) di era global.  Hal ini karena guru menduduki posisi penting dalam dunia pendidikan yaitu sebagai titik sentral dalam peningkatan kualitas pendidikan dan sumber daya manusia. Guna mengurangi krisis moral dan rusaknya EQ, SQ, IQ yang terjadi pada generasi muda akibat dampak negatif di era global, sudah saatnya dunia pendidikan mengoptimalkan fungsinya dengan menghadirkan peran guru profesional sehingga, nantinya dapat tercipta generasi–generasi masa depan yang jempolan (berkualitas baik) yang dapat memajukan negara. Maka dari itu, guru harus memiliki kompetensi utama dan kompetensi pendukung untuk menjadi guru profesional. Usaha pemerintah untuk meningkatkan profesionalitas diantaranya program PPG dan Sertifikasi Guru. Setiap perilaku dan apa yang diajarkan guru akan menjadi panutan bagi peserta didiknya. Apabila penanaman pendidikan dari guru itu baik maka, akan tercipta generasi yang baik pula, begitu pun sebaliknya. Sehingga, guru disini disebut sebagai pilar (tiang penyangga) untuk terciptanya generasi masa depan yang berkualitas (generasi jempolan), yang mana semuanya itu nantinya akan bermuara pada kemajuan bangsa dan negara.
Saran
Bagi guru hendaknya lebih meningkatkan keprofesionalannya dalam melaksanakan tugas keprofesiannya serta menyadari bahwa profesinya merupakan profesi yang menduduki posisi penting dalam dunia pendidikan yang nantinya berkonstribusi pada kemajuan negara yaitu sebagai pilar terciptanya generasi masa depan yang berkualitas (generasi jempolan).
Bagi generasi muda masa depan hendaknya lebih selektif dan hati-hati dalam menanggapi serba-serbi yang ada di era global ini agar nantinya tidak terkena dampak negatif dari era global tersebut, baik itu dalam bentuk krisis moral maupun rusaknya kecerdasan EQ, SQ, dan IQ nya.
DAFTAR PUSTAKA
Barizi, A. Dan Idris, M. 2009. Menjadi Guru Unggul. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media.
Depdiknas. 2012. Undang- Undang Guru dan Dosen. Jakarta: Sinar Grafika.
Faqod. 2014. Era Globalisasi. Diunduh dari http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2262832-pengertian-era-globalisasi/ pada tanggal 13 Juni 2014.
Hidayatullah, M.F. 2009. Guru Sejati: Membangun Insan Berkarakter Kuat dan Cerdas. Surakarta: Yuma Pustaka.
Mulyasa, E. 2009. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Rieska. 2012. Keterampilan Memberi Penguatan. Diunduh dari http://rieskatriwulandari93.blogspot.com/2012/10/keterampilan-memberi-penguatan.html pada tanggal 13 Juni 2014.